Survei tentang keejahteraan sosial selama masa pandemi Covid yang dilakukan Finlandia oleh THL (The Finnish Institute for Health and Welfare) dan Central Union for Child Welfare menyatakan bahwa kesulitan yang dihadapi oleh keluarga dan kebutuhan akan dukungan yang dibutuhkan oleh warga masyarakat untuk kesejahteraan anak telah meningkat karena epidemi COVID-19, . Survei yang memfokuskan pada kesejahteraan anak mendapat tanggapan dari 85 kotamadya dan 18 otoritas kota bersama.
Dari kotamadya yang menanggapi survei, 40% memperkirakan bahwa jumlah klien kesejahteraan anak telah meningkat karena epidemi, dan 47% melaporkan peningkatan jumlah pemberitahuan kesejahteraan anak.
Situasi kehidupan keluarga klien kesejahteraan anak jelas menjadi lebih sulit di sebagian besar kotamadya. Hingga 63% kota memperkirakan bahwa masalah kesehatan mental anak-anak telah meningkat dibandingkan dengan waktu sebelum epidemi COVID-19. Demikian pula, 55% kota memperkirakan bahwa orang tua mengalami lebih banyak masalah kesehatan mental daripada sebelumnya.
“Peningkatan masalah kesehatan mental ini mengkhawatirkan. Pasca pandemi, kita perlu memberikan perhatian khusus pada ketersediaan layanan kesehatan mental untuk anak-anak dan remaja”, kata Pia Eriksson, Peneliti Senior di THL.
Lebih dari 70% pemerintah kota dan pemerintah kota bersama yang menanggapi survei memperkirakan bahwa keluarga dengan masalah kesejahteraan anak mengalami peningkatan jumlah masalah dengan interaksi, ketidakmampuan orang tua untuk mengatasi dan kehadiran anak di sekolah.
Pada bagian lain, President Director & CEO Cigna Indonesia, Phil Reynolds di Jakarta, Rabu (29/9/2021) mengatakan, Cigna menjalankan survei di 21 negara di antaranya Amerika Serikat, Britania Raya, Jerman, Uni Emirat Arab, Arab Saudi, Australia, Jepang, Singapura, Thailand, dan Indonesia dengan responden lebih dari 18.000. Survei itu menilai persepsi kesejahteraan responden di setiap negara dalam lima aspek, yakni kesehatan fisik, hubungan sosial, keluarga, finansial, dan pekerjaan secara rutin selama tujuh tahun terakhir . Tujuannya memahami persepsi orang-orang tentang kesejahteraan.
“Dengan demikian, kami dapat terus berinovasi menyediakan solusi yang relevan untuk membantu orang-orang yang kami layani buat meningkatkan kesehatan, kesejahteraan, dan ketenangan mereka,” ungkap Phil Reynolds.
Lebih lanjut Phil Reynolds menyebutkan, sejak Badan Kesehatan Dunia (WHO) pada Maret 2020 lalu mengumumkan bahwa Covid-19 menjadi pandemi global, hal tersebut sontak berpengaruh pada seluruh aspek kehidupan, termasuk “persepsi kesejahteraan.” Dikatakan, kondisi pandemi itu memaksa seluruh dunia beradaptasi dengan tantangan yang ada. Hal tersebut tercermin dari hasil survei di mana pandemi memberikan dampak sistemik terhadap kondisi ekonomi, kesehatan, dan sosial masyarakat.