Sejak tahun 2022 telah marak pemberitaan dan opini ahli maupun masyarakat awam tentang apakah Girik masih layak sebagai bukti kepemilikan atas tanah. Awam umumnya berpendapat pertama bahwa pengenaan pajak dan sejenisnya didasarkan atas kepemilikan Girik, nama yang ada di dalam Girik. Kedua, Awam juga berpendapat Girik secara adat adalah pengakuan sah kepemilikan tanah karena ada datanya di kantor desa dan atau kelurahan setempat, maka bagi kebanyakan awam Girik cukup sebagai alat jual beli kepemilikan tanah. Lagi pula membeli tanah berstatus Girik harganya relatif lebih murah daripada tanah dengan sertifikat formal. Namun, awam lupa Girik umumnya meliputi luas tanah yang besar dan atau luas dan berpeluang belum dilakukan pecah girik; pendaftaran perubahan nama pemilik Girik. Sengketa paska jual beli tanah dengan girik meluas dan rumit berlangsung sejak lama. Melihat fenomena tersebut Sejak 65 tahun yang lalu untuk melindungi dan menata kepemilikan tanah khalayak maka disusunlah Undang Undang Agraria. Undang Undang tersebut mengatur dasar dasar hukum pertanahan di Indonesia; hak hak atas tanah, air dan ruang angkasa serta pendaftaran tanah.
Masalah
KAJIAN
Penelitian Alnada Dewani dan Ana Silviana, misalnya menyebutkan dengan tegas Faktor penghambat PTSL, kekurangan tenaga SDM, Fasilitas ruangan kurang luas, jaringan wifi/internet tidak stabil, mesin foto kopi jumlahnya terbatas dan perangkat desa yang kurang kooperatif, sehingga masyarakat tidak mengetahui program PTSL.
Hampir serupa dengan itu penelitian Fitriani AS di Pekanbaru menyebut faktor penghambat dalam pelaksanaan PTSL adalah rendahnya tingkat kepedulian masyarakat, keterbatasan waktu pelaksanaan, dan masih bermasalah ya dokumen yuridis dan data fisik tanah milik khalayak sasaran. Sementara,Fatwa Alamsyah dari Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional dalam penelitiannya berjudul Peoblematika Tumpang Tindih Kepemilikan Tanah Pada Obyek PTSl di Bintan menemukan adanya tumpang tumpang tindih sertifikat sebelum pendataan dan sesudah pendataan. Terdapat dua atau lebih bukti kepemilikan tanah di mana obyek tanahnya sebagian atau seluruhnya sama tetapi subyeknya bisa sama ataupun berbeda. Menurutnya, keadaan ini menciptakan ketidakjelasan hukum dan bertentangan dengan tujuan utama untuk memberikan bukti yang jelas dan kepastian hukum atas hak kepemilikan tanah.
PENUTUP